Buahnya ada yang aci
Buah itu memang disukai karena rasa
manisnya yang gurih, disertai aroma lembut yang menyenangkan. Kultivar yang
secara tradisional disukai masyarakat ialah rambutan rapiah, hasil pemuliaan di
Pasar Minggu, Jakarta. Warna kulit buahnya kuning, dan sesudah masak pun warna
itu masih lama kuningnya, tidak cepat berubah merah.
Nama rapiah (resminya rafiah)
agaknya dicomot begitu saja dari penduduk Betawi asli. Tak ada riwayat dalam
sejarah asal-usul rambutan rapiah.
Banyak orang yang fanatik
mengatakan, kalau tidak bisa beli rapiah, mending tidak usah
beli rambutan sama sekali. Padahal buahnya hanya sebesar gundu bulat (cuma 3 cm
panjangnya). Lebih kecil daripada rata-rata rambutan lain yang bisa sampai 5 cm
panjangnya. Bobotnya juga cuma 1 g tiap butirnya. Tetapi manisnya bersih, tanpa
rasa asam sedikit pun. Bahkan yang masih muda dan kulitnya masih hijau pun
sudah manis.
Lagi pula daging buah itu ngelotok (mudah
lepas dari bijinya). Encik dari Malaysia bilang rambutan lekang. Manis
dan ngelotok inilah yang membuat si rapiah terkenal aci (baik
sekali). Tetapi karena mamang-mamang penjual rambutan di Jabotabek
menyebutnya acih, buah itu lalu terkenal sebagai rambutan acih.
Lidah tetangganya di pasar menyebut terpeleset: aceh.
Istilah aceh kemudian
ditempelkan pada segala macam rambutan lain yang rasanya manis dan ngelotok.
Atau dimanis-maniskan dan dikelotok-kelotokkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar